Tiga Jenis Kecerdasan

Kecerdasan Intelektual (IQ)

Pertama kali digagas oleh William Stern, dan dipakai sebagai tolok ukur kecerdasan manusia yg bercokol hingga seratus tahun lamanya, serta sangat mempengaruhinya terhadap pilihan dan tujuan ke depannya. (Dr. Taufiq Pasiak, Revolusi IQ, EQ dan SQ).

IQ menilai sebuah kecerdasan adalah berdasar pada kemampuan numerikal dan  lingual atau dpt dikatakan kemampuan berpikir logis. IQ sendiri bertitik tolak dari proses pengorganisasian otak secara seri, dimana hal tsb terjadi di otak kiri.

Dalam dunia barat yg sangat mengandalkan rasio, IQ dipandang sebagai suatu kemampuan yg sangat penting terutama sebagai penunjang keberhasilan seseorang. Oleh karenanya telah dilakukan beragam test IQ dari tingkat pemula hingga lanjut.

Memiliki IQ yg tinggi sangatlah penting, namun bukanlah satu-satunya penilaian mutlak. Sebab komputer dewasa ini adalah representasi dr IQ, ia dpt memproses informasi begitu cepat, akurat serta minim kesalahan. Maka kita pun tidak akan pernah sepakat bilamana disebut sebagai manusia berpola pikir seperti mesin sekaligus juga menciptakan mesin bertingkah laku layaknya manusia.

Lantas bagaimana seharusnya…?

Persilahkan Al-Quran berbicara !

Sebagaimana yg telah disebutkan sebelumnya tentang pentingnya IQ, sehingga pendidikan formal hingga dewasa ini cenderung memberi porsi yg lebih untuk meningkatkan IQ, seperti Matematika, Fisika, Biologi, Kimia dan Bahasa dsb. Sehingga dlm UNAS / Ujian Kompetensi lainnya disiplin ilmu tsb menjadi faktor utama kelulusannya. Demikian dari sudut pandang science.

Islam melalui 2 sumber utama ajarannya telah menjembatani manusia yg ingin meningkatkan IQ nya, sebagai contoh misalnya dinyatakan dlm (QS.15:9) yg diikuti oleh program Tahfizhul-Quran, QS.2:189, QS.16:16 Yg melahirkan ilmu astronomi serta QS.21.30 yg merupakan dasar ilmu fisika, kimia dan biologi yg semua itu masuk ke dalam ranah IQ.

Kecerdasan Emosional (EQ)

Pada dekade 90an, Daniel Goleman memperkenalkan istilah Kecerdasan Emosional yg ia nyatakan sebagai faktor penentu kesuksesan di atas IQ (Daniel Goleman, Emotional Intelligence)

EQ yang bertempat di otak kanan merupakan jalinan pola intuitif atau berpola asosiatif di dalamnya yg memungkinkannya dpt mencipta sensasi dan imajinasi. Memiliki EQ yg tinggi memungkinkan seseorang dpt berempati, beradaptasi dan mampu menempatkan diri dlm berbagai situasi. Seorang ilmuwan menyatakan bahwa EQ tinggi pun telah dimiliki oleh hewan mamalia tingkat tinggi, hingga memungkinkan baginya mengenal situasi tempat ia berada dan menanggapi secara tepat terhadap situasi tersebut. (Danah Zohar, SQ)

Namun sebagai manusia yg telah dibekali suatu daya yg lebih baik dari hewan walaupun tak jarang kurang dimanfaatkan secara bijak.

Pada manusia yang menjadi tolok ukur tinggi rendahnya EQ seseorang adalah tercermin dalam besar kecil empatinya, yakni kemampuan bela rasa yg menjadikannya bisa merasakan apa yang orang lain rasakan dan mampu bersinergi dengan alam. (QS. 2:11-12).

EQ sangatlah berkaitan erat dengan disiplin ilmu sosio-psikologi, sehingga beberapa disiplin ilmu di antaranya merancang program yang memprioritaskan peningkatan terhadap otak kanan (visual, teknis dan musikal). Seperti: Permainan puzzle bg anak usia dini, seni musik dan seni lukis dan permainan outbond yang menurut instrukturnya adalah simulasi kerjasama sosial.

Islam sendiri jauh sebelum sains barat berkembang telah meletakkan dasar-dasa EQ. Satu contoh yg sering kita jumpai adalah Seni Kaligrafi, Arsitektur, Qiraat, dan Seni Bela diri.

Setiap program pastilah memiliki tujuan yg oleh karenanya ia dibuat. Salah satunya adalah dengan EQ yg baik diharapkan terbentuk jiwa sosial yg baik.

Beragam ciri seseorang yg dinilai sebagai berjiwa sosial tinggi. Begitupun bermacam pula pendapat ahli menyangkutnya, namun disini tanpa berniat membatasi kita cukupkan berdasar keterangan sebuah hadits.

عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” خمس تجب للمسلم على أخيه: رد السلام، وتشميت العاطس، وإجابة الدعوة، وعيادة المريض، واتباع الجنائز

صحيح مسلم، ٢١٦٢

Pelajaran yg dapat dipetik dari hadits di atas adalah tentang keadilan sosial yakni perihal hak dan kewajiban antar sesama muslim, antara lain:

  1. Kewajiban menjawab salam
  2. Mendoakan yg bersin
  3. Memenuhi undangan
  4. Menjenguk yg sakit
  5. Mengantarkan jenazah
Kecerdasan Spiritual (SQ)

IQ dan EQ secara terpisah atau bersama-sama, tidak cukup untuk menjelaskan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga kekayaan jiwa serta imajinasinya. Komputer memiliki IQ tinggi; mereka mengetahui aturan dan mengikutinya tanpa salah. Banyak hewan mempunyai EQ tinggi; mereka mengenali situasi yang ditempatinya dan mengetahui cara menaggapi situasi tersebut dengan tepat. Akan tetapi, baik komputer maupun hewan tidak pernah bertanya mengapa kita memiliki aturan atau situasi, atau apakah aturan atau situasi itu bisa diubah atau diperbaiki. Mereka bekerja di dalam batasan, memainkan “permainan terbatas”. SQ memingkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi, memungkinkan kita untuk bermain dengan batasan, memainkan “permainan tak terbatas”. Danah Zohar, SQ: Kecerdasan Spiritual, hal. 4-5.

Ketiga hal tersebut terkait pada tiga perbedaan fungsi otak, yakni 1. fungsi rasional-eksploratif atau fungsi koqnisi (IQ), 2. fungsi emosi (EQ), 3. fungsi refleksi (SQ), demikian leh kirang Taufik Pasiak dalam Revolusi IQ/EQ/SQ, hal. 364.

Howard Gardner dalam Multiple Intelligence, hal. 8-16, menjabarkan teori kecercadasan dalam spektrum yang lebih luas yang dikelompokkan menjadi 7 jenis, antara lain:

  1. Musikal,
  2. Kinestetik,
  3. Logika – Matematik,
  4. Linguistik,
  5. Spasial,
  6. Intrapersonal,
  7. Interpersonal.