Materi

"Dalam urutan keilmuan saat belajar serta pencapaiannya, seseorang akan melalui tiga tingkatan: ilmu taqlid (ikut-ikutan), ilmu disertai dalil (istidlal), dan ilmu di tingkat mujtahid ."

Latar Belakang

Model pengembangan kompetensi memiliki lima elemen kunci (meskipun tentu saja itu bukan merupakan daftar elemen yang lengkap dalam pengembangan akhir kompetensi dari kemampuan prekursor): keterampilan metakognitif, keterampilan belajar, keterampilan berpikir, pengetahuan, dan motivasi. Meskipun mudah untuk memisahkan lima elemen ini, namun itu semua sepenuhnya terkait satu sama lain. Hal tersebut saling mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, pembelajaran mengarah pada pengetahuan, tetapi pengetahuan memfasilitasi pembelajaran lebih jauh.

Kompetensi intelektual manusia mengharuskan adanya seperangkat keterampilan pemecahan masalah —memungkinkan individu untuk menyelesaikan masalah atau kesulitan murni yang dia temui dan, jika sesuai, untuk menciptakan produk yang efektif—dan juga harus memerlukan potensi untuk menemukan atau menciptakan masalah—sehingga meletakkan dasar untuk perolehan pengetahuan baru.

Adapun kompetensi dalam arti keilmuan seseorang —yakni sikap apa yang ditunjukkan oleh mereka dan bagaimana kita menyikapi nantinya— dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan, sebagaimana dikatakan, “Ilmu terbagi menjadi 3 jengkal, barangsiapa yang menapaki jengkal pertama, ia akan takabbur, dan barangsiapa yang memasuki jengkal kedua, ia tawadhdhu’, dan barang siapa memasuki jengkal ketiga (tingkat tertinggi) ia mengetahui bahwa dirinya tidak tahu.”

Secara khusus, untuk setiap keterampilan, beberapa orang memiliki lebih banyak keahlian dan sebagian lainnya memiliki lebih sedikit, beberapa yang lain jauh lebih sedikit. Bagaimana dengan orang-orang dengan tingkat keahlian yang rendah? Apakah mereka mengenalinya? Menurut argumen yang disajikan di sini, orang-orang dengan defisit substansial dalam pengetahuan atau keahlian, mereka biasanya tidak dapat mengenali defisit tersebut. Meskipun berpotensi membuat kesalahan demi kesalahan, mereka akan cenderung berpikir bahwa mereka melakukannya dengan baik. Singkatnya, mereka yang tidak kompeten, karena kurangnya istilah yang lebih baik, lazimnya memiliki sedikit wawasan tentang ketidakmampuan mereka —sebuah pernyataan yang dikenal sebagai efek Dunning-Kruger. Dan biasanya mereka seringkali bersikap over-confindence / terlalu percaya diri / takabbur. Maka, pengetahuan yang sebenarnya adalah mengetahui sejauh mana ketidaktahuan seseorang.” — Confucius

Oleh karenanya, “Anda harus pandai menemukan orang yang tepat untuk mengisi pekerjaan yang tepat, dan kemudian membiarkan mereka melanjutkannya.” —Richard Templar  Dan, aturan pertama dalam manajemen adalah: jangan mengirim bebek ke sekolah elang. Mengapa? Karena itu akan sia-sia. Orang cakap itu ditemukan, bukan diubah. Mereka mengubah diri mereka sendiri, tetapi Anda tidak bisa mengubah mereka. Jika Anda menginginkan orang yang cakap, temukan mereka. Jika Anda menginginkan orang yang termotivasi, carilah mereka, bukannya memotivasi mereka.

Sebab - Akibat
  1. Rendahnya minat baca menandakan rendahnya rasa ingin tahu / kuriositas, dan tidak memiliki tujuan. Akibatnya adalah kebodohan.
  2. Pemberian nilai oleh PISA untuk Indonesia menjelaskan bahwa betapa kurangnya kompetensi, minimnya literasi dan rendahnya harga diri.
  3. Warga Indonesia menempati peringkat No. 1 di Dunia perihal durasi penggunaan HP per hari menunjukkan betapa malasnya mereka, dan betapa rugi konversi yang dilakukan

Solusi

Kita perlu menyediakan media yang PAPERLESS (Tanpa Kertas), EFFORTLESS (Sedikit Upaya), MiniMales / yang akhirnya Meminimalkan rasa Malas