Esensi Pendidikan
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan Hikmah (Kebijaksanaan), dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik...."
QS. An-Nahl : 125
Abu Hamid Al-Ghazali mengklasiikasikan manusia menurut kapasitas dan kemampuannya untuk didakwahi dan metode dakwah terhadap mereka terbagi menjadi tiga kelompok: 1. Kelompok hikmah, 2. Kelompok mau’izhah (nasehat) 3. Kelompok pendebat. Pembagian ini penting, sebab jika hikmah diberikan kepada orang yang kapasitasnya hanya untuk menerima mau’izhah, maka hikmah itu hanya akan memberikan dampak negatif, seperti bila seorang bayi yang masih dalam usia menyusui namun diberi makan daging burung. Jika cara debat digunakan terhadap orang-orang di kelas hikmah, mereka akan merasa muak, sebagaimana perut orang dewasa yang akan merasa mual jika minum air susu ibu. Tapi jika menggunakan cara debat terhadap orang yang memang dalam kelas debat, tapi tidak dengan cara yang baik seperti diajarkan Al-Quran, akan seperti orang yang memberi suguhan roti gandum terhadap orang pedalaman (badui), padahal ia terbiasa makan kurma, atau memberikan suguhan kurma terhadap orang kota (baladi), padahal ia hanya terbiasa memakan roti dari gandum.
Sementara itu As-Sa’di dalam Tafsirnya menyatakan, “Hendaknya ajakanmu kepada umat manusia, yang Muslim maupun kafir tertuju kepada jalan Rabbmu yang lurus yang mengandung ilmu yang bermanfaat dan amalan shalih. “Dengan hikmah” maksudnya, setiap orang sesuai dengan keadaan dan pemahaman serta sambutan dan ketaatannya. Termasuk hikmah dalam berdakwah adalah berdakwah dengan dasar ilmu, bukan kebodohan, memulai dengan perkara yang paling penting (sesuai dengan skala prioritas), lalu yang lebih penting daripada (yang sesudahnya) dan yang lebih dekat dengan alam pikiran mereka dan mudah dipahami, dengan cara (simpatik) yang lebih mendatangkan sambutan lebih baik, dengan penuh kelembutan dan persuasive. Bila sudah tunduk dengan cara hikmah, (maka itu sangat bagus). Jika tidak mempan, maka beralih kepada metode dakwah dengan pelajaran yang baik. Yaitu dengan perintah dan larangan, yang diiringi dengan targhib (anjuran keutamaan) dan tarhib (ancaman). Baik dengan (menyampaikan) kemaslahatan yang terkandung oleh perintah-petintah dan menghitung-hitungnya dan bahaya yang terkandung dalam larangan-larangan dan menginventariskannya, atau dengan menyebutkan kemuliaan yang diraih oleh orang-orang yang menegakkan agama Allah dan penghinaan dan diterima orang yang tidak menjalankannya. Maupun dengan menyebutkan sesuatu yang telah Allah sediakan bagi orang-orang yang taat berupa balasan baik di dunia dan akhirat, dan sesuatu yang dipersiapkan oleh Allah bagi para pelaku maksiat, berupa hukuman dunia dan akhirat. Bila obyek dakwah mengklaim keyakinan yang dipegang teguh olehnya merupakan kebenaran (padahal salah) atau ia seorang propagandis kebatilan, maka ditempuh cara bantahan dengan cara yang lebih baik. Yaitu cara-cara yang bisa lebih efektif agar dia menyambut dakwah secara nalar maupun lewat dalil naqli. Termasuk, mengemukakan argumentasi untuk menyerangnya dengan membawakan dalil-dalil yang dia yakini (selanjutnya dibantah satu persatu). Sesungguhnya metode ini lebih efektif merealisasikan tujuan dakwah, dan jangan sampai adu argumentasi mengarah kepada pertikaian atau saling mencela yang akan memupus tujuan dakwah itu sendiri dan tidak muncul manfaat darinya. Akan tetapi, sasarannya adalah memberi hidayah kepada umat manusia, bukan untuk mengalahkan mereka atau tujuan buruk lainnya.
Oleh karena itu, menjadi penting bijak dalam ejakan / penyampaian, sebab,”Semua orang bisa berbicara, bicara itu mudah, namun berbicara dengan tepat, kepada orang yang tepat dan di waktu yang tepat tidaklah mudah.” Seperti kata pepatah,
لكل مقال مقام ولكل مقام مقال
“Setiap ucapan ada tempatnya, dan setiap tempat ada ucapannya.”
Dalam dunia usaha maupun pendidikan, terlebih lagi apabila berhubungan dengan pelanggan atau pelajar, sesorang memang dituntut untuk proaktif berkomunikasi, hanya saja, aktif saja tidaklah cukup, oleh karenanya komunikasi haruslah efektif. Albert Mehrabian dari UCLA melakukan serangkaian studi tentang komunikasi yang efektif setelah itu menyimpulkan bahwa ada tiga komponen yang paling berpengaruh dari setiap pesan yang diucapkan: kata-kata, nada suara, dan bahasa tubuh pembicara. Suatu kata-kata hanya dihitung 7% dari pesan yang disampaikan, 38% pesan terkandung dalam nada suara pembicara dan penekanan pada berbagai kata. Kemudian dia menemukan bahwa sepenuhnya 55% pesan yang berkesan terkandung dalam bahasa tubuh pembicara. Ini karena ada 22 kali lebih banyak saraf dari mata ke otak daripada dari telinga ke otak. Untuk alasan ini, penampilan visual sangat berpengaruh kuat. Dan masihkah seseorang masih bersikukuh untuk menggunakan cara-cara yang kolot yang secara ilmiah transfer pesan tersebut tidak sampai kepada orang lain.